Satuan Reserse Kriminal Polres Tapanuli Tengah telah memasukkan tujuh anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Tapanuli Tengah ke dalam daftar pencarian orang (DPO).
Mereka diduga melakukan penggelembungan dan manipulasi suara untuk Calon Presiden dan calon anggota legislatif pada pemilihan umum tanggal 14 Februari yang lalu.
Ketujuh orang itu ialah Triwono Gajah (34) Sulastri Novalina siregar (22) Rudi Kartono Lase (27) Nunut Suprianto Simamora (21) Bikso Hutauruk (23) Abwan Simanungkalit (50) dan Doni Halomoan Situmorang (21).
Kasat Reskrim Polres Tapanuli Tengah AKP Arlin Parlindungan mengungkapkan, tujuh orang petugas KPPS ini sudah berstatus dan dalam perburuan Polisi.
Mereka diduga melanggar pasal 532 junto 554 UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilu juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
“Mereka sudah kita jadikan tersangka. Tetapi dalam aturan pidana pemilu itu aturannya 14 hari penyidikannya. Mereka ini kita panggil sebagai tersangka tidak mau hadir lagi,”kata Kasat Reskrim Polres Tapanuli Tengah AKP Arlin Parlindungan, melansir Tribun Medan, Selasa (2/4/2024).
Polisi menjelaskan bahwa terjadi manipulasi suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 02, Desa Muara Ore, Kecamatan Sirandorung, Kabupaten Tapanuli Tengah, mulai dari Calon Presiden hingga Calon Legislatif.
Para tersangka membuat suara untuk Calon Presiden nomor urut 01, Anies dan Muhaimin Iskandar, tercatat sebanyak 315 suara, padahal Daftar Pemilih Tetap (DPT) hanya mencatat 300 suara.
Selain itu, suara untuk pasangan calon nomor urut 02, Prabowo – Gibran, dan pasangan calon nomor urut 03, Ganjar-Mahfud, sengaja dihapus atau dibuat menjadi kosong oleh para tersangka. “Yang ditambahi suara Capres nomor urut 01, yang dikurangi suara Capres nomor 02 dan 03. Jadi Capres nomor 01, pertama dibuat 315 sedangkan daftar pemilih tetap (DPT) cuma 300 dan yang datang cuma 200 sekian.” katanya.
Pasca aksinya ketahuan, para tersangka merubah kembali suara pasangan Anies – Muhaimin Iskandar menjadi 215, dari 315 suara. Kemudian, lanjut AKP Arlin, mereka juga diduga menggelembungkan dan mengurangi suara Calon anggota legislatif.
Dari informasi yang didapat Kepolisian, aksi ini terbongkar akibat adanya seorang wanita yang protes kenapa suara Capres yang dipilihnya kosong. Sedangkan ia memilih capres tersebut di TPS yang ia jaga.
Akibat ulahnya ini tempat pemungutan suara (TPS) melakukan pemungutan suara ulang. “Karena si ibu ini tadi memilih salah satu Capres yang disebut kosong tadi suaranya. Makanya ribut dan pemungutan suara ulang (PSU) jadinya,” katanya.
7 anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 02 Desa Muara Ore, Kecamatan Sirandorung, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut, beralasan hanya melihat kertas suara paslon 01 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar yang bolong saat melakukan penghitungan kertas suara berlangsung pada 14 Februari lalu.
Tujuh anggota KPPS yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi membantah niat untuk melakukan kecurangan.
Meskipun begitu, mereka mengakui bahwa ada kelalaian dalam menuliskan hasil perolehan suara di formulir C1 hasil pleno di TPS. “Alasan mereka hanya melihat kertas suara untuk paslon 01, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, yang tercoblos. Mereka tidak mengaku melakukan kecurangan, tetapi mengakui adanya kelalaian,” ujar Ketua Bawaslu Tapteng, Sinta Dewi Napitupulu, pada Senin (1/4/2024).
Sinta menjelaskan bahwa sebelumnya tujuh anggota KPPS tersebut telah dipanggil dua kali oleh Bawaslu Tapanuli Tengah.
Namun, setelah status hukum mereka dinaikkan dan ditetapkan sebagai tersangka, para pelaku tidak dapat dihubungi dan tidak hadir saat dipanggil. “Setelah dilaporkan ke Gakkumdu, kami terus melakukan pemeriksaan. Berdasarkan laporan masyarakat dan temuan di lapangan, kemudian mereka ditetapkan sebagai tersangka. Hingga saat ini, tujuh pelaku tidak dapat dihubungi dan tidak hadir saat dipanggil,” kata Sinta.
Sinta berujar, selain melakukan perubahan perolehan suara calon presiden, 7 anggota KPPS turut merubah perolehan suara anggota DPRD Provinsi dan anggota DPRD Kabupaten Kota.
Para pelaku, kata Sinta, mengubah suara yang tidak sah menjadi sah pada surat suara untuk pemilihan DPRD Kabupaten dan DPRD Sumatera Utara.
“Saat pemilihan presiden, suara untuk calon presiden nomor urut 01, Anies dan Muhaimin, tercatat sebanyak 315 suara, sedangkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) hanya mencatat 215 suara, dan tidak ada suara untuk presiden lainnya. Namun, setelah dilakukan penghitungan ulang, pasangan calon nomor urut 02 keluar sebagai pemenang dengan 102 suara, sementara pasangan calon nomor urut 01 hanya mendapat 37 suara. Untuk suara yang diubah dari tidak sah menjadi sah adalah suara untuk DPRD Provinsi dan Kabupaten,” lanjut Sinta.
Sinta menyatakan bahwa empat dari pelaku diketahui bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan di Tapteng.
“Saat ini mereka sulit dihubungi. Namun, berdasarkan informasi, 4 dari anggota KPPS tersebut bekerja di salah satu perusahaan di sini. Oleh karena itu, kami sedang mengirim surat kepada perusahaan tersebut,” ujar Sinta.
Tujuh anggota KPPS didakwa berdasarkan Pasal 532 juncto 554 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bersamaan dengan Pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pemilihan umum. (*)
Berita Lainnya..
Respon Cepat ADIL Tanggapi Keluhan Masyarakat, Bahu Jalan Amri Tambunan Langsung Di Cor
Warga Payaroba Binjai Barat Sambut Amir-Jiji Dengan Teriakan “LANJUTKAN”
Ketua Bawaslu Binjai Inginkan Debat Publik Mengikuti Regulasi PKPU