KABAR DIGITAL, JAKARTA — Di dalam sebuah perusahaan, termasuk BUMN, Departemen Sumber Daya Manusia (SDM), acapkali disamakan dengan ‘malaikat pencabut nyawa’ bagi pegawai atau karyawan.
Memang tidak berlebihan, karena dengan kewenangan penuh ditangannya, seorang pejabat di SDM bisa sesuka hati mengatur posisi karyawan sesuai dengan penilaiannya.
Tak mengherankan juga, jika sistem like or dislike berlaku. Bagi karyawan yang dekat dengannya, bisa selalu mendapat posisi empuk. Sedangkan yang diluar barisannya, siap-siap menderita.
Isu tak sedap itu pula yang kini menerpa seorang perempuan eks pejabat Vice President Human Talent Development (HTD) Area I berinisial DT yang beberapa hari lalu naik jabatan menduduki posisi Vice President Manajemen Kinerja Human Capital pada Divisi Pengembangan Talenta.
Ketika itu, membawahi 3 unit induk PLN diantaranya Unit Induk Distribusi (UID) Aceh, UID Sumatera Utara serta UID Riau dan Kepulauan Riau (RKR), kabarnya membuat DT menjadi pejabat paling ditakuti.
Apalagi santer tersiar, masing-masing General Manager yang memimpin Unit Induk itu, juga tak mampu mengendalikannya sebagai pemilik wewenang, khususnya dalam urusan mutasi pejabat.
Sayangnya, wewenang yang besar tersebut, justru seperti membuat DT lupa daratan. Beredar rumor, pejabat yang menghabiskan masa jabatannya kebanyakan di Sumut itu, disebut-sebut kerap menyalahgunakan wewenangnya, khususnya dalam mengatur posisi pegawai.
Isu like or dislike, mengutamakan kelompok karyawan yang ada dibarisannya serta tak peduli dengan permintaan user dalam hal ini GM, justru mencuat ke permukaan sebagai salah satu karakter kepemimpinan DT.
Bukan sekadar isapan jempol. Berdasarkan investigasi di lapangan, organisasi di PLN terindikasi rusak karena sistem rotasi yang tidak berjalan normal. Prestasi pegawai yang selama ini bertugas di pelosok, juga tak mendapat apresiasi jika bukan berada dibarisannya. Sedangkan yang kinerjanya bobrok atau biasa-biasa saja, jika ada dibarisannya, maka bisa dipertahankan sampai bertahun-tahun tanpa gangguan.
Misalnya saja pejabat MSB Komunikasi dan TJSL di UID RKR berinisial TN. Minim prestasi dan kabarnya acapkali tak peduli dengan kinerja kehumasan serta diduga selama menjabat kerap melakukan manipulasi dalam pemberian Program TJSL, namun bisa bertahan bertahun-tahun menduduki jabatan tersebut.
“Entah apa yang dibuatnya selama manajer Humas itu, tapi bisa dia bertahan 4 tahun lebih di jabatan itu. Kan mencurigakan. Kalau tidak ada apa-apa dengan HTD pasti Uda lama dibuang dia,” sungut sumber di PLN UID RKR membenarkan kabar tersebut.
Ternyata, bukan hanya di PLN Riau dan Kepulauan Riau, kerusakan roda organisasi yang cukup parah juga terjadi PLN UID Sumut. Infonya, banyak pejabat PLN yang masuk dalam barisan DT saat menjabat VP HTD Area I, mampu bertahan dijabatannya sampai 4 tahun lebih.
Akibatnya, banyak pejabat-pejabat lain yang berupaya naik posisi, menjadi terhambat. Bahkan isunya, semua itu terjadi karena rata-rata dari mereka enggan keluar dari Sumut yang sudah dianggap sebagai zona nyaman.
“Kalo di PLN Sumut, ini sudah jadi rahasia umum. Sampai ada istilah, pejabat di kota kayak di Medan misalnya, hanya bisa dinikmati yang menjabat di Medan. Kalau yang dari pelosok-pelosok sana kaya Sidimpuan, Madina Sibolga, berat masuk Medan. Kalau pun nanti pejabat di Medan yang sudah kelamaan, paling digeser-geser saja posisinya antara UP, misalnya dari UP3 Medan ke Medan Utara atau sebaliknya,” bener sumber terpercaya di PLN.
Tidak hanya UID RKR dan Sumut saja, kabarnya banyak pejabat di UID Aceh juga mengalami hal serupa. Sebagian pegawai disana juga menganggap DT sebagai sosok yang mampu menentukan nasib mereka di PLN.
Menurut para sumber, karena sikap DT itu, banyak efek yang timbul. Diantaranya, mutasi mempengaruhi psikologi pegawai dalam bekerja. Jika ada yang sharing bermohon untuk mutasi selalu diterima dengan lip service yg baik, namun tidak ada realisasi dan mutasi dampak subholding unit PLN Pembangkitan juga tidak terakomodir dengan baik.
“Padahal GM yang lebih tahu tentang pegawai-pegawai yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja unitnya, hal ini menunjukkan gagalnya pemetaan talent-talent pegawai dalam fungsi utama kinerjanya DT,” imbuh sumber.
“Ya mestinya hal ini menjadi perhatian Bapak Dirut PLN dan Direktur HC, karena orang seperti DT itu tentu membahayakan organisasi. Seperti DT itu perlu diperiksa, kenapa dia kerap pilih kasih dan suka-suka mengatur posisi jabatan karyawan PLN. Ada apa atau apa ada?,” pungkas sumber. (Yong Alem)